RAKYATKU.COM - Gempa Turki dan Suriah mengakibatkan korban tewas yang terus bertambah. Kini total korban tewas menjadi sekitar 7.800 orang.
Dilansir AFP, Rabu (8/2/2023), sejumlah orang di jalanan mencoba membakar puing-puing bangunan. Puing-puing yang terbakar digunakan untuk menghangatkan badan di tengah cuaca dingin.
Jumlah korban tewas diprediksi terus meningkat secara signifikan seiring proses evakuasi yang terus dilakukan.
Baca Juga : Jumlah Korban Gempa Turki-Suriah Tembus 50.000 Orang
Ribuan bangunan roboh, rumah sakit, dan sekolah hancur serta puluhan ribu orang terluka atau kehilangan tempat tinggal di beberapa kota di Turki dan Suriah.
Cuaca musim dingin yang ekstrem menghambat upaya penyelamatan dan pengiriman bantuan. Kondisi ini membuat keadaan korban gempa semakin menyedihkan. Beberapa daerah bahkan sudah kehabisan bahan bakar dan warganya hidup tanpa listrik.
Pejabat bantuan menyuarakan keprihatinan khusus tentang situasi di Suriah, yang telah dilanda krisis kemanusiaan setelah hampir 12 tahun perang saudara.
Baca Juga : Indonesia Kirim 140 Ton Bahan Makanan dan Logistik untuk Korban Gempa Turki-Suriah
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menyatakan 10 provinsi Turki yang terkena dampak sebagai zona bencana dan memberlakukan keadaan darurat di wilayah tersebut selama tiga bulan.
Pemerintah berencana membuka hotel di pusat pariwisata Antalya, di sebelah barat, untuk menampung orang-orang yang terkena dampak gempa.
Otoritas Turki mengatakan sekitar 13,5 juta orang terkena dampak di wilayah yang membentang sekitar 450 kilometer (280 mil) dari Adana di barat hingga Diyarbakir di timur, dan 300 km dari Malatya di utara hingga Hatay di selatan. Otoritas Suriah telah melaporkan kematian di wilayah selatan Hama, sekitar 100 km dari pusat gempa.
Baca Juga : Mantan Pemain Chelsea, Christian Atsu Meninggal Dunia dalam Bencana Gempa di Turki
"Sekarang berpacu dengan waktu. Setiap menit, setiap jam berlalu, peluang untuk menemukan orang yang selamat semakin berkurang," kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, di Jenewa, Swiss.